REDYNEWS.COM, New York, Amerika Serikat — Suasana di jantung diplomasi dunia, Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mendadak menjadi sorotan saat tokoh pers dan aktivis kemanusiaan asal Indonesia, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., hadir membawa misi besar: menyuarakan kemanusiaan dan keadilan global dari perspektif bangsa yang berdaulat, bermartabat, dan cinta damai. Ketua Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI) ini tampil dengan visi tajam, menggugah, dan menantang kemapanan sistem global yang selama ini dianggap abai terhadap penderitaan rakyat kecil di berbagai belahan dunia.
Langkah Wilson ke New York bukan sekadar perjalanan pribadi, melainkan sebuah panggilan moral untuk membawa suara rakyat Indonesia—dan umat manusia secara umum—ke ruang-ruang pengambilan keputusan internasional. Dalam berbagai kesempatan di sela agenda pertemuan masyarakat sipil dunia dan forum diskusi PBB, ia menegaskan bahwa kemanusiaan tidak boleh tunduk pada kepentingan politik dan ekonomi global.
> “Kita hidup di era di mana suara rakyat sering ditenggelamkan oleh propaganda korporasi dan kepentingan geopolitik. Di sinilah peran jurnalisme warga dan masyarakat sipil menjadi sangat penting — untuk menjaga nurani kemanusiaan tetap menyala,” ujar Wilson tegas di depan sejumlah tokoh diaspora Indonesia dan aktivis HAM internasional di New York, Senin (7/10/2025).
Misi Global dari Tanah Air
Sebagai Ketua PPWI, Wilson Lalengke dikenal konsisten memperjuangkan kebebasan berekspresi, keadilan sosial, serta hak asasi manusia. Di tengah tantangan yang dihadapi jurnalis dan pegiat sosial di Indonesia, ia membangun jaringan kolaboratif yang menembus batas negara. PPWI yang dipimpinnya bukan hanya wadah bagi pewarta warga di dalam negeri, tetapi telah berkembang menjadi gerakan global independen yang mengedepankan nilai transparansi, keadilan, dan solidaritas kemanusiaan lintas bangsa.
Dalam misinya kali ini, Wilson membawa agenda strategis untuk memperkuat posisi masyarakat sipil Indonesia di mata dunia. Ia menyoroti pentingnya kehadiran organisasi berbasis rakyat dalam menyampaikan laporan alternatif kepada lembaga internasional seperti PBB, terutama terkait isu-isu kemiskinan, ketimpangan sosial, pelanggaran HAM, dan korupsi yang masih menghambat kesejahteraan publik.
> “Kita tidak boleh diam ketika kemanusiaan diinjak. Tugas kita adalah memastikan setiap kebijakan global berpihak kepada rakyat, bukan kepada segelintir elite yang menguasai sumber daya dunia,” ujarnya dengan nada penuh penekanan.
Guncangan Moral di New York
Kehadiran Wilson di kota yang dijuluki “pusat dunia” itu tak ubahnya seperti angin segar di tengah rutinitas diplomatik yang kaku. Dengan gaya komunikasinya yang lugas namun berwawasan luas, ia menggugah banyak kalangan untuk kembali merenungkan nilai-nilai dasar PBB: perdamaian, hak asasi manusia, dan kesetaraan antarbangsa.
Dalam sebuah forum yang dihadiri akademisi, jurnalis internasional, dan aktivis kemanusiaan, Wilson menyinggung realitas pahit bahwa banyak lembaga global kini terjebak dalam formalitas tanpa aksi nyata. Ia mengajak masyarakat dunia untuk menagih tanggung jawab moral dari setiap negara anggota, termasuk Indonesia, agar berani bersikap terhadap ketidakadilan internasional — mulai dari konflik Palestina, tragedi kemanusiaan di Afrika, hingga eksploitasi sumber daya alam di Asia Tenggara.
“Suara kemanusiaan tidak boleh berhenti di ruang konferensi. Ia harus menjadi gerakan nyata yang mengguncang hati nurani dunia,” seru Wilson, disambut tepuk tangan panjang dari hadirin.
Diplomasi Nurani dan Harapan Baru
Bukan tanpa alasan Wilson dijuluki sebagian koleganya sebagai “Diplomat Nurani”. Di balik ketegasan dan sikap kritisnya, tersimpan keyakinan mendalam bahwa Indonesia memiliki peran moral besar dalam percaturan dunia, bukan sekadar sebagai negara berkembang, tetapi sebagai bangsa yang lahir dari penderitaan dan perjuangan melawan penjajahan.
Wilson menilai, di era disrupsi informasi seperti sekarang, diplomasi klasik sudah tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah diplomasi nurani — pendekatan yang berangkat dari empati, solidaritas, dan kejujuran publik. Menurutnya, PPWI siap menjadi garda depan dalam membangun jejaring media rakyat global yang independen dan berpihak pada kebenaran.
> “Kita perlu membangun peradaban informasi yang adil. Bukan yang dikendalikan oleh algoritma dan kepentingan modal besar, tapi yang mengedepankan nurani manusia,” jelasnya.
Suara dari Indonesia untuk Dunia
Kedatangan Wilson di New York seakan menjadi simbol kebangkitan baru bagi masyarakat sipil Indonesia di kancah internasional. Melalui forum-forum informal dan pertemuan strategis dengan berbagai lembaga, ia memperjuangkan agar suara rakyat — terutama mereka yang terpinggirkan oleh sistem — mendapat tempat di meja global.
Pesan yang dibawanya sederhana namun mendalam: kemanusiaan adalah fondasi utama peradaban, dan setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaganya. Dalam konteks global yang semakin terpolarisasi, kehadiran figur seperti Wilson Lalengke menjadi pengingat bahwa perjuangan kemanusiaan tidak mengenal batas geografi maupun ideologi.
New York mungkin telah terbiasa dengan pidato diplomatik para pemimpin dunia. Namun kali ini, gema suara dari Indonesia hadir berbeda — tajam, jujur, dan mengguncang nurani. Di tangan Wilson Lalengke, suara kemanusiaan bukan sekadar retorika, melainkan panggilan nyata untuk bertindak.
Dan dari kota yang tak pernah tidur itu, sebuah harapan baru pun tumbuh: bahwa dari Timur, dari tanah yang penuh nilai gotong royong dan kasih sesama, suara kemanusiaan siap mengemas dan menggema di PBB — bukan sekadar sebagai pesan, tapi sebagai gerakan global yang tak bisa
( PPWI Inhil )