Iklan

Iklan

,

Iklan

REDYNEWS.COM Investigasi dan fakta

Nagan Raya: Jejak Sejarah dan Asal Usul Tanah Subur di Barat Aceh

Rabu, 08 Oktober 2025, 15:40 WIB Last Updated 2025-10-08T08:40:09Z


REDYNEWS.COM
, Dari masa Kesultanan Aceh hingga menjadi kabupaten mandiri, Nagan Raya menyimpan kisah panjang tentang tanah yang makmur, rakyat yang gigih, dan budaya yang tak lekang oleh waktu.

Penulis: Idham Rizal – PPWI Inhil

Pendahuluan

Nagan Raya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki sejarah panjang dan menarik, sarat dengan nilai-nilai budaya, perjuangan, dan kearifan lokal yang tumbuh di tengah masyarakat pesisir dan pedalaman Aceh Barat bagian selatan. Secara geografis, wilayah Nagan Raya terletak di pantai barat Pulau Sumatra, diapit oleh Kabupaten Aceh Barat di sebelah utara dan timur, serta Aceh Barat Daya di sebelah selatan.


Namun jauh sebelum batas administratif itu ditetapkan secara resmi, kawasan ini telah menjadi bagian penting dari perjalanan sejarah masyarakat Aceh yang dikenal gigih, religius, dan cinta tanah air.


Asal Usul Nama Nagan Raya

Asal usul nama Nagan Raya berasal dari dua kata, yaitu Nagan dan Raya. Kata “Nagan” diyakini berasal dari bahasa setempat yang berarti tanah datar yang subur atau hamparan luas, sedangkan “Raya” berarti besar atau kemakmuran. Jika digabungkan, “Nagan Raya” bermakna tanah luas yang makmur, mencerminkan kondisi geografis dan kesuburan alam yang menjadi ciri khas daerah ini.


Sebagian sejarawan lokal juga menyebut bahwa kata “Nagan” diambil dari nama lama kawasan ini, yaitu “Nagane”, sebuah nama kuno yang digunakan dalam catatan-catatan kerajaan pada masa Kesultanan Aceh Darussalam.


Wilayah Nagan Raya sejak dahulu dikenal sebagai daerah agraris dengan potensi alam yang sangat melimpah. Lembah-lembah subur di sepanjang Sungai Tripa menjadi sumber kehidupan masyarakat. Mereka hidup dari bercocok tanam, berladang, serta menangkap ikan di sungai dan pesisir Samudra Hindia. Hal inilah yang menjadikan Nagan Raya dijuluki sebagai lumbung pangan di pesisir barat Aceh.


Jejak Kesultanan Aceh

Pada masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam (abad ke-16 hingga ke-17 M), wilayah Nagan Raya merupakan bagian penting dari daerah kekuasaan kerajaan yang berpusat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Daerah ini menjadi jalur strategis antara Aceh bagian barat dan selatan, menghubungkan wilayah pedalaman dengan pelabuhan-pelabuhan di pesisir Samudra Hindia.


Kehidupan masyarakat di Nagan Raya juga sangat dipengaruhi oleh sistem pemerintahan tradisional Aceh yang dikenal dengan istilah Mukim dan Meunasah. Di setiap kampung terdapat seorang Keuchik (kepala kampung) yang dibantu oleh Imum Meunasah dalam urusan agama. Struktur sosial ini bertahan hingga masa penjajahan Belanda, bahkan masih dapat ditemukan dalam tata kehidupan masyarakat saat ini.


Selain itu, dalam catatan sejarah Kesultanan Aceh, wilayah Nagan Raya dikenal memiliki beberapa tokoh ulama dan pejuang yang berperan penting dalam penyebaran Islam dan perlawanan terhadap kolonialisme. Salah satunya adalah Teungku Chik Nagan, ulama karismatik yang memimpin perlawanan rakyat melawan ekspansi Belanda pada akhir abad ke-19. Semangat juang masyarakat Nagan Raya dikenal tak kenal menyerah, sejalan dengan semboyan masyarakat Aceh: “Ngon udep ngon mate lam syahid” (hidup atau mati dalam jalan syahid).


Masa Penjajahan dan Perlawanan Rakyat

Ketika Belanda mulai memperluas kekuasaannya di Aceh pada tahun 1873, wilayah Nagan Raya menjadi salah satu daerah yang memberikan perlawanan sengit. Topografi berupa hutan lebat dan pegunungan menjadi benteng alami bagi para pejuang Aceh untuk melancarkan perang gerilya.


Beberapa catatan kolonial Belanda menyebut daerah ini sebagai “wilayah yang sulit ditundukkan” karena rakyatnya terkenal gigih dan berani. Selain perang fisik, masyarakat Nagan Raya juga melancarkan perlawanan budaya dan spiritual. Pesantren dan dayah menjadi pusat pendidikan Islam yang menyemai semangat jihad dan cinta tanah air.


Nilai-nilai itu kemudian diwariskan turun-temurun hingga menjadi bagian dari identitas sosial masyarakat Nagan Raya.


Perkembangan Sosial dan Ekonomi

Setelah masa kemerdekaan, wilayah Nagan Raya tetap menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Barat. Meski demikian, potensi alam dan kekayaan sumber daya yang besar mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi di bidang pertanian, perkebunan, dan pertambangan. Daerah ini dikenal dengan perkebunan kelapa sawit, karet, dan padi yang menjadi sumber utama ekonomi masyarakat.


Selain itu, keberadaan PLTU Nagan Raya di Suak Puntong menjadi salah satu proyek strategis nasional yang memperkuat posisi daerah ini sebagai pusat energi di wilayah barat Aceh. Pertumbuhan infrastruktur dan industri semakin mempercepat pembangunan serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat.


Sektor pendidikan dan kebudayaan juga mengalami kemajuan dengan lahirnya berbagai lembaga pendidikan formal dan nonformal, termasuk pesantren modern, yang menjadi penopang kemajuan sumber daya manusia di Nagan Raya.


Pemekaran dan Lahirnya Kabupaten Nagan Raya

Seiring meningkatnya kebutuhan pelayanan publik dan aspirasi masyarakat untuk mempercepat pembangunan, muncul gagasan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat. Setelah melalui proses panjang dan perjuangan tokoh-tokoh daerah, akhirnya pada tanggal 10 April 2002, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002, secara resmi dibentuklah Kabupaten Nagan Raya.


Pembentukan kabupaten ini menandai babak baru dalam perjalanan sejarah daerah tersebut. Ibukota kabupaten ditetapkan di Suka Makmue, yang kini berkembang pesat menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi.


Nagan Raya terdiri atas beberapa kecamatan, antara lain Beutong, Beutong Ateuh Banggalang, Darul Makmur, Kuala, Kuala Pesisir, Seunagan, Seunagan Timur, Suka Makmue, dan Tadu Raya. Sejak itu, pemerintah dan masyarakat berupaya keras membangun identitas kabupaten yang mandiri dan maju.


Budaya dan Tradisi Lokal

Masyarakat Nagan Raya dikenal menjunjung tinggi adat istiadat dan nilai-nilai keislaman. Tradisi kenduri blang (syukuran sawah), peusijuek (tepung tawar), dan meugang (perayaan menjelang Ramadan dan Idul Adha) masih lestari hingga kini.


Bahasa dan dialek yang digunakan masyarakat juga khas, merupakan perpaduan antara bahasa Aceh pesisir barat dan unsur bahasa lokal dari suku-suku pedalaman. Kesenian seperti seudati, rapa’i, dan tari saman menjadi bagian penting dari identitas budaya Nagan Raya.


Seni tradisional ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga sarana dakwah dan penguatan solidaritas sosial, karena di dalamnya terkandung pesan moral, keberanian, dan cinta kepada Allah SWT.


Potensi Alam dan Pariwisata

Selain sejarah dan budaya, Nagan Raya memiliki kekayaan alam yang mempesona. Hamparan sawah hijau, hutan tropis di kawasan Beutong Ateuh Banggalang, hingga pantai-pantai indah di Kuala Pesisir menjadikan daerah ini memiliki potensi besar di sektor pariwisata.


Air terjun Krueng Isep dan Gunung Singgah Mata adalah dua destinasi alam yang sering dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah. Potensi tambang batu bara dan sumber energi juga menjadi daya tarik investasi, meskipun masyarakat berkomitmen menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan.


Nagan Raya Kini dan Masa Depan

Dua dekade setelah pemekarannya, Nagan Raya terus menunjukkan kemajuan signifikan. Pembangunan infrastruktur jalan, fasilitas pendidikan, dan pelayanan publik semakin meningkat. Pemerintah daerah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal dengan prinsip keberlanjutan.


Dengan semangat “Patuh, Jujur, dan Amanah” sebagai motto daerah, masyarakat Nagan Raya bertekad menjadikan kabupatennya sebagai daerah yang maju, sejahtera, dan religius. Sejarah panjang perjuangan dan kemandirian yang diwariskan para pendahulu menjadi fondasi moral untuk membangun masa depan yang lebih baik.


Nagan Raya bukan sekadar wilayah administratif di barat Aceh. Ia adalah simbol keteguhan, kesuburan, dan semangat rakyat yang terus berjuang mempertahankan identitas dan martabatnya. Dari masa kesultanan, penjajahan, hingga era modern, Nagan Raya telah membuktikan diri sebagai tanah yang makmur dan berperadaban — Raya dalam arti yang sesungguhnya.

Iklan

Tren untuk Anda